Apakah kamu baru saja membangun bisnis? Tentunya kamu sudah paham, setiap usaha yang kamu dirikan, wajib membayar pajak kepada negara dan daerah tempatnya beroperasi. Untuk itu, kamu wajib tahu jenis-jenis pajak usaha apa saja yang harus diberikan kepada negara atas kepemilikan usahamu.
Setiap pembayaran pajak usaha yang kamu tunaikan, dapat membantu kestabilan perekonomian negara. Selain itu, bukti pembayaran pajak juga menjadi validasi serta persyaratan sebuah bisnis untuk bisa diakui dan terlihat profesional.
Mau tahu informasi selengkapnya? Yuk, simak penjelasan yang sudah MBN rangkum buat kamu di bawah ini!
Jenis-Jenis Pajak yang Harus Dibayar Wajib Pajak
Sebagai pemilik bisnis, terdapat beberapa jenis pajak usaha yang perlu kamu bayar. Ada pajak yang berdasarkan lembaga pemungutnya, dan ada pula jenis pajak berdasarkan sifat. Berikut jenis pajak berdasarkan lembaga pemungutnya:
1. Pajak Pusat
Secara singkat, pajak pusat merupakan pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat. Sebab dipungut oleh pemerintah pusat, maka pajak pembayaran atas pajak ini akan disetor pada negara. Pajak-pajak yang termasuk ke dalam kategori ini di antaranya:
- Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Bea Meterai
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan.
2. Pajak Daerah
Sedangkan untuk pajak daerah, dipungut oleh pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Jenis pajak yang masuk dalam kategori ini adalah:
- Pajak kendaraan bermotor
- Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
- Pajak rokok
- Pajak hotel
- Pajak restoran
- Pajak reklame
Jenis-Jenis Pajak Usaha Bagi Para Pemilik Bisnis
Umumnya, perusahaan atau para pemilik bisnis wajib membayarkan pajak dalam kategori-kategori berikut:
1. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
Seperti namanya, pajak ini dikenakan atas penghasilan, gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang kita terima. Pembayaran ini dilakukan karena jabatan, jasa, atau kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Pajak ini biasanya dipotong langsung dari perusahaan selaku pemberi kerja untuk gaji karyawannya. Pemotongan ini haruslah disetor dan dilaporkan setiap bulannya.
Setelah itu, perusahaan akan memberikan formulir 1721 A1 kepada karyawan sebagai bukti pemotongan pajak atas gaji mereka. Karyawan kemudian menggunakan formulir tersebut untuk keperluan pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)
Berbeda dengan PPh 21, PPh 23 merupakan penghasilan berupa modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 23.
Pajak ini dikenakan pada transaksi antara pihak yang menerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dengan pihak yang memberikan penghasilan (pembeli atau penerima jasa). Pihak pemberi penghasilan akan memotong PPh 23 dari penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan. Jenis penghasilan ini berupa bunga, royalti, hadiah, dividen, sewa, dan jasa.
Besaran tarif PPh 23 ini beragam, tergantung pada objek pajaknya.
- Tarif 15%
PPh 23 dengan tarif 15% ini dikenakan pada penghasilan berupa dividen (kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti), serta hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21.
- Tarif 2%
PPh 23 dengan tarif 2% dikenakan pada penghasilan atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah dan/atau bangunan), imbalan jasa teknik, imbalan jasa manajemen, imbalan jasa konsultan, imbalan jasa lainnya sesuai dengan PMK yang mengatur,
Jika penerima penghasilan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), pemberi penghasilan akan memotong pajak 100% lebih tinggi dari tarif PPh 23 yang berlaku.
3. Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)
Sedangkan untuk pajak penghasilan 26, merupakan pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Besaran tarifnya 20%, namun, dapat berubah jika ada tax treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku.
4. Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25)
PPh Pasal 25 adalah pajak perusahaan berupa angsuran atas pajak terutang. Mengacu pada pajak penghasilan yang terutang pada SPT Tahunan PPh Badan tahun sebelumnya. Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib pajak, baik perusahaan maupun orang pribadi yang harus melunasi pajak terutang selama setahun.
5. Pajak Penghasilan Pasal 29
PPh 29 merupakan penghasilan kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa PPh terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24) dan PPh 25.
Jika terdapat PPh 29 pada SPT Tahunan PPh Badan, perusahaan wajib melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang tersebut sebelum menyampaikan/melaporkan SPT Tahunan PPh.
6. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) atau biasa disebut juga PPh Final dikenakan pada wajib pajak atas beberapa jenis penghasilan yang diterima dan pemotongannya bersifat final. PPh Final tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
Istilah final dalam pajak penghasilan ini adalah pemotongan pajak hanya dilakukan sekali dalam sebuah masa pajak.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final ini meliputi sewa bangunan atau tanah, transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, hadiah undian, dan sebagainya.
Pembayaran pajak ini dapat dilakukan dengan dua cara, pemotongan dan pembayaran sendiri. Jika ingin membayar dengan mekanisme pemotongan, artinya perusahaan harus memotong pajak sebesar 10% dari penghasilan yang akan mereka bayarkan, misalnya uang sewa gedung.
Mekanisme ini dapat dilakukan jika pemilik gedung atau pemberi sewa adalah pihak-pihak pemotong pajak, yaitu badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Sedangkan pada mekanisme pembayaran sendiri, pihak penyewa gedung atau tanah yang membayarkan pajak 10% atas penghasilan sewa yang diterima. Jadi, pihak pemilik sewa yang menyetorkan sendiri pajak finalnya.
7. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak pertambahan nilai dibayarkan karena adanya transaksi jual beli barang kena pajak atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan. Pada pajak ini, pihak yang memungut, menyetor, dan melaporkan PPN adalah pihak penjual. Namun, pihak yang membayar PPN tersebut adalah konsumen akhir atau pembeli.
Namun, tidak semua perusahaan dikenakan pajak ini, melainkan perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dengan omzet tertentu saja yang dikenakan pajak pertambahan nilai.
Itu adalah sebagian jenis pajak yang umumnya dibayar oleh perusahaan. Namun pada perusahaan tertentu, dapat dikenakan jenis pajak penghasilan lainnya seperti:
- Pajak Penghasilan Pasal 15
- Pajak Penghasilan Pasal 22
- Pajak Penghasilan Pasal 24
- PPh Final 0,5% (PPh UMKM)
Juga, ada pajak daerah yang perlu dibayarkan oleh perusahaan terkait aktivitas bisnisnya, seperti pajak hotel untuk bisnis perhotelan, pajak restoran untuk bisnis restoran, dan sebagainya.
Baca Juga: Peran dan Fungsi Konsultan Pajak
Proses pelaporan pajak tahunan biasanya cukup menyita waktu. Seringkali para wajib pajak bingung atau malah tidak tahu cara menghitung pajak dengan benar. Apalagi jika menghitung laporan pajak badan usaha.
Jika kamu membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai sistem perpajakan dan bagaimana menerapkannya dalam bisnis kamu, segera konsultasikan secara GRATIS dengan MBN Consulting.
Tertarik untuk mengetahui layanan lainnya yang kami tawarkan dan memulai konsultasi? Silakan klik tombol di bawah ini.