Dampak Kenaikan Tarif PPN 12%, Ekonom Peringatkan Hambatan Pertumbuhan Ekonomi

Deretan barang yang dijual di toko retail, salah satu objek pajak PPN

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025. Tarif ini akan mulai berlaku selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025. Apakah ada dampak kenaikan tarif PPN pada perekonomian masyarakat?

Kenaikan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2021 tentang harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada peraturan ini sebelumnya juga telah mengatur perubahan tarif PPN menjadi 11% dari yang sebelumnya 10% terhitung sejak 1 April 2022.

Lalu, apa saja dampak yang berpotensi akan timbul terkait kenaikan tarif PPN? Berikut beberapa ulasan dari para ekonom yang bisa menjadi acuanmu!

Mengenal Apa Itu PPN

Pajak Pertambahan Nilai yang biasanya disingkat PPN menjadi pungutan yang dikenakan atas transaksi jual beli barang dan jasa. PPN sangat dekat dengan kehidupan keseharian masyarakat karena melekat pada semua barang dan jasa yang digunakan sehari-hari.

Setiap kali sebuah barang atau jasa dijual, penjual harus mengenakan tarif sesuai peraturan pemerintah terhadap harga barang atau jasa tersebut. Pajak yang diterima oleh penjual kemudian disetor kepada pemerintah.

PPN diterapkan pada setiap tahap produksi dan distribusi. Mulai dari penghasilan bahan baku hingga barang jadi yang sampai kepada konsumen akhir. Namun, PPN tidak dikenakan pada barang-barang yang dianggap primer untuk kebutuhan dasar, seperti beras, gandum, daging sapi, susu, dan bahan pangan sejenis.

Kenaikan tarif PPN seringkali menjadi instrumen yang digunakan pemerintah untuk mengatur penerimaan fiskal, yaitu penerimaan dari pajak dan sumber pendapatan lainnya. Perubahan tarif PPN dapat mempengaruhi harga barang dan jasa, tingkat konsumsi, serta pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sehingga, kebijakan terkait PPN merupakan bagian penting dari kebijakan ekonomi suatu negara.

Daftar Barang yang Tidak Dikenakan Tarif PPN

  • Barang hasil pertambangan langsung dari sumbernya 
  • Kebutuhan pokok, termasuk beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah, sayur, dan gula konsumsi
  • Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. 
  • Uang, emas batangan, dan surat berharga. Minyak mentah, gas, dan panas bumi 
  • Jasa kesehatan, pendidikan, sosial, asuransi, keuangan, angkutan umum, dan tenaga kerja. 
  • Vaksin, buku pelajaran, dan kitab suci
  • Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
  • Listrik, kecuali rumah tangga dengan daya lebih dari 6600 VA.

Baca Juga:

Bagaimana Dampak Kenaikan Tarif PPN?

Kebijakan ini telah menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak, dengan beberapa mengapresiasi langkah tersebut sebagai langkah yang diperlukan untuk memperkuat kondisi keuangan negara, sementara yang lain menyatakan keprihatinan akan potensi dampak negatif terhadap konsumsi dan pertumbuhan ekonomi. Yuk, kita ulas dampaknya!

1. Harga Barang kebutuhan Berpotensi Naik

Salah satu dampak yang paling mencolok dari kenaikan tarif PPN adalah potensi peningkatan harga barang dan jasa di pasaran. Tarif PPN yang lebih tinggi menyebabkan perusahaan cenderung menaikkan harga produk mereka untuk menutupi biaya tambahan yang ditimbulkan oleh pajak yang lebih tinggi tersebut. Kenaikan harga kemungkinan akan meningkatkan biaya hidup bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah, dan dapat mengakibatkan penurunan daya beli.

2. Kebiasaan Belanja Masyarakat Menurun

Selain itu, kenaikan tarif PPN juga dapat memiliki dampak negatif pada sektor bisnis. Pelaku usaha mungkin menghadapi penurunan permintaan karena konsumen menjadi lebih hemat dan berhati-hati dalam pengeluaran mereka. 

Penurunan ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, karena konsumsi merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi negara dapat tumbuh karena adanya konsumsi rumah tangga dengan adanya jual-beli produk sehari-hari.

Masyarakat mungkin akan mengurangi belanja untuk memenuhi kebutuhan sekunder seperti belanja pakaian, kosmetik, kendaraan bermotor, dan barang-barang elektronik.

3. Meningkatkan Pendapatan Negara

Di sisi lain, pemerintah berpendapat bahwa kenaikan tarif PPN diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran. Pemungutan pajak yang lebih tinggi akan meningkatkan penerimaan negara yang lebih tinggi pula dari PPN.

Pemerintah pun dapat meningkatkan investasi dalam berbagai sektor, termasuk infrastruktur dan layanan publik, yang pada gilirannya dapat memberikan dorongan kepada pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Namun demikian, keberhasilan kebijakan ini tergantung pada implementasinya yang efektif serta upaya pemerintah dalam memastikan bahwa dampak negatifnya tidak terlalu merugikan bagi masyarakat luas. Diperlukan langkah-langkah yang hati-hati untuk melindungi kelompok rentan dan menjaga daya beli konsumen agar tetap stabil.

Apakah Menaikkan Tarif PPN Merupakan Solusi yang Tepat?

Selain itu, kenaikan tarif PPN juga memunculkan pertanyaan tentang alternatif kebijakan yang mungkin lebih efektif dalam meningkatkan penerimaan negara tanpa harus memberikan beban tambahan kepada konsumen. Misalnya, reformasi perpajakan yang lebih luas dan efisien, serta upaya untuk mengurangi pemborosan dan korupsi dalam pengelolaan keuangan publik.

Dilansir dari Kompas.com, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai kebijakan menaikkan tarif PPN memiliki dampak penurunan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan daya beli masyarakat.

Menurutnya, pemerintah seharusnya dapat memunculkan ide atau kebijakan yang lebih baik, seperti memperluas objek pajak yang dikenakan PPN, alih-alih menaikkan tarifnya.

Bhima menyampaikan, alternatif kebijakan lain yang bisa ditempuh adalah membuka sektor baru yang bisa dikenakan pajak seperti pajak kekayaan (wealth tax), pajak anomali keuntungan komoditas (windfall profit tax), dan penerapan pajak karbon.

Secara keseluruhan, kenaikan tarif PPN menjadi 12% di Indonesia pada tahun 2025 memiliki dampak yang kompleks dan akan memerlukan pemantauan yang cermat serta penyesuaian kebijakan yang tepat untuk meminimalkan dampak negatifnya sambil tetap mencapai tujuan penerimaan fiskal yang diinginkan.

Tertarik mengetahui informasi lainnya mengenai bisnis, keuangan, dan pemasaran dari MBN Consulting?

Baca Juga: 5 Manfaat Pajak Bagi Masyarakat dan Negara